Pertanyaan "ya/tidak" adalah musuh percakapan yang hangat. Dari sifatnya. pertanyaan ini menghasilkan jawaban yang hanya berupa satu kata atau dua kata:
- "Apakah cuaca saat ini kurang mengenakkan?"
- "Menurut anda, akan kah penghasilan kita turun?"
- "Akankah bapak Bambang akan terpilih menjadi kepala sekolah kita?
Topik-topik ini bisa saja baik untuk percakapan, tapi jika Anda menanyakan kepada teman bicara Anda dalam bentuk ya atau tidak, itulah yang Anda peroleh - jawaban ya atau tidak. Topik terhenti, dan barankali percakapannya pun berakhir.
Tetapi, jika anda menarik mereka ke dalam hal-hal yang lebih substantif, yang akan memberikan jawaban panjang lebar, percakapan akan terus mengalir. Bedakan:
Tetapi, jika anda menarik mereka ke dalam hal-hal yang lebih substantif, yang akan memberikan jawaban panjang lebar, percakapan akan terus mengalir. Bedakan:
- "Cuaca yang terik ini membuat saya bepikir adakah sebab tertentu mengenai hal ini? Bagaimana menurut Anda?"
- "Krisis global saat ini akan mungkin berpengaruh terhadap perusahaan kita. Kita perlu memikirkan apakah kondisi keuangan perusahaan kita tetap stabil. Menurut Anda, seberapa besar kemungkinan penurunan penghasilan perusahaan kita?"
- "Saya sangat mengagumi bapak Bambang. Beliau mampu membangun sekolah yang sebelumnya beliau kepalai. Menurut Anda apakah beliau pantas menjadi kepala sekolah kita dan bagaimana dengan peluang terpilihnya?"
Terhadap pertanyaan di atas orang yang Anda ajak bicara tidak dapat menjawab hanya dengan satu atau dua kata. Ketiga pertanyaan di kelompok kedua itu sama topiknya dengan yang ada di kelompok pertama, tapi pertanyaan di kelompok pertama hanya menghasilkan jawaban ya atau tidak.
Cara bertanya yang kedua akan membangkitkan jawaban yang lebih panjang lebar, dan secara otomatis akan menciptakan percakapan yang lebih baik.
Cara bertanya yang kedua akan membangkitkan jawaban yang lebih panjang lebar, dan secara otomatis akan menciptakan percakapan yang lebih baik.
Seni Berbicara, Larry King
Comments
Post a Comment